Bunda...izinkan aku memanggilmu seperti itu....
Bunda...izinkan aku sedikit bercerita padamu...
Walaupun tak pernah kau izinkan aku hidup di sampingmu...
Bunda...apa kau tahu betapa bahagianya aku ketika Tuhan bertanya padaku, "Sanggupkah Kau hidup di dunia sebagai manusia?"
Aku melonjak kegirangan, terbayang sudah keindahan yang akan kunikmati di dunia. aku tak ingin lagi berpikir lebih lama, jawabku "Iya".
Tuhan tersenyum, matanya lembut menatapku, lalu dengan kasihNya Yang Agung, ia bertanya lagi padaku "Kau yakin? Hidup di dunia itu tidak mudah."
UcapaNya membuatku sejenak terdiam, aku memang buta seperti dunia, aku tak pernah tahu ada derita macam apa disana, tapi rasa penasaranku ternyata mengalahkan segalanya. Ketakutan, kecemasan dan segala kegalauan akan hidup menjadi manusia di dunia seperti sirna oleh rasa ingin tahuku tentang dunia. Tuhan masih menatapku, menunggu keyakinan yang akan tersurat dari jawaban yang akan kuberikan atas pertanyaanNya. Ia masih memandangku lembut dengan tatapan Maha CintaNya, aku tersenyum dan menjawab tegas "Aku yakin, Tuhan....."
Kau tahu, Bunda.... aku melompat bahagia saat kemudian Tuhan berkata "Baiklah, akan Ku-hidupkan kamu di dunia".
Bunda...Tuhan meletakan ruhku di dalam rahimu, aku tak tahu mengapa Tuhan memilih rahimu sebagai tempat persinggahanku sebelum aku terlahir menjadi manusia. Aku tak paham mengapa Tuhan memilihmu sbagai calon Ibu bagiku. Aku benar-benar tak tahu apa alasanNya, lagipula aku memang tak ingin tahu. Aku tahu ia Maha Benar, dan akan selalu membuat keputusan yang benar. Aku sudah cukup bahagia diizinkan hidup olehNya. Dan rasanya, aku akan sangat kurang ajar jika bertanya padaNya mengapa Ia memilih rahimu sebagai rumah singgahku sebelum aku terlahir menjadi manusia.
Di rahimu, aku mulai merasakan indahnya dunia baru yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku bahagia,,,sekali lagi Bunda, aku sangat bahagia. Aku merasa hangat, tenang dan nyaman. Maha Besar Tuhan, Ia benar-benar menciptakan persinggahan indah untuk calon mahlukNya.
Bunda...di dalam rahimu aku bermimpi akan indahnya dunia, aroma wewangian bunga semerbak lembut bersama indahnya kupu-kupu berterbangan dengan sayapnya yang memukau, langit biru dengan gumpalan awan putih yang makin terlihat indah dengan beberapa burung yang melayang melintas di bawahnya. Indah sekali dunia itu, Bunda....
Bunda...aku tersenyum dalam tidurku di rahimu. Apa kau turut merasakan bahagiaku seperti aku yang juga merasakan detak jantungmu dan aliran darahmu?
Aku terbangun dari mimpiku, aku terjaga dari tidurku. Kembali kudengar ucapanNya, untuk sembilan bulan sebelum aku menjadi manusia, aku harus tinggal di rahimu. Lama sekali Bunda...aku sungguh-sungguh tak sabar ingin segera bisa menikmati dunia.
Bunda...aku sedang terlelap saat itu, saat tiba-tiba goncangan dahsyat itu membuat seluruh dinding rahimu bergetar. Aku ketakutan Bunda,,,aku sangat takut. Apa yang terjadi dengan rumahku saat ini Bunda? Apa yang terjadi denganmu? Apa diluar sana kau juga baik-baik saja? Bunda...aku takut akan diriku sendiri. tapi aku juga mencemaskan keadaanmu. Kau calon Ibu yang sudah Tuhan berikan untukku, dan aku tak ingin sesuatu yang buruk menimpamu. Goncangan itu belum berakhir, tiba-tiba aku mulai merasakan tubuh kecilku yang lemah didorong oleh jutaan energi yang dahsyat. Aku takut, Bunda...
Aku merasa sakit yang luar biasa, tapi energi itu makin kuat mendorongku, memaksaku keluar meninggalkan peraduanku di rahimu. Bunda, apakah ini saatnya aku terlahir menjadi manusia? Tapi kata Tuhan aku harus sembilan bulan di rahimu, ini terlalu cepat dan tubuh kecilku juga masih terlalu lemah. bahkan tubuhku...belum sempurna. Apa aku akan terlahir cacat, Bunda?
Bunda...aku takut, aku sakit.... ada apa ini, Bunda?
Bunda...ternyata kau sedang memaksaku keluar dari rahimu sebelum waktu yang seharusnya. Tadinya kupikir itu karena kau sudah tak sabar dan terlalu menginginkanku. Tapi ternyata aku salah.......
Kau paksa tubuh kecilku yang lemah dan masih tak sempurna untuk merasakan panasnya dunia. Bunda... apakah kau tahu betapa sakitnya aku? Bunda...tahukah kau betapa inginnya aku hidup, menjadi manusia dan tumbuh dewasa di sampingmu???
Kenapa Bunda? Kenapa? Kenapa? Kenapa ini yang kau perbuat padaku? Apa salahku padamu, Bunda? Apa dosaku padamu?!!!
Bunda...aku benar-benar tak paham pada keberanianmu yang konyol karena telah menolak keberadaanku yang sudah menjadi keputusanNya.
Bunda...kau berhasil memaksaku keluar, kau berhasil membuatku selamanya terpejam dan sama sekali tak bernafas. Darah yang mengiringiku ini tak sebanding dengan rasa sakitku, Bunda...
Bunda... kau hancurkan mimpiku, kau rusak harapanku untuk menikmati dunia, kau biarkan aku mati dalam gelimang darah. Apa kau puas, Bunda?
Wangi bunga yang tidak bisa kucium aromanya, kupu-kupu indah yang berterbangan, langit biru dengan gumpalan awan yang memukau. Bunda....kau benar-benar hancurkan semua anganku dan inginku.
Bunda, aku memang tak bisa menikmati indahnya dunia, aku memang tak sempat menghirup kesegaran aroma alam fana, aku memang tak sempat merasakan pelukanmu, lembutnya sentuhanmu, dan hangatnya cintamu....
Bunda...disini aku menangis, aku kembali disisi Tuhan yang tak pernah keberatan dengan kehadiranku. Tapi disini aku hanya bisa terdiam memikirkan harapku yang tergilas karena egomu. Aku masih tak paham, Bunda...
Malaikat Tuhan menghiburku, Ia bahkan menempatkanku pada surga terindahNya, tapi aku masih ingin hidup di dunia bersamamu, Bunda....
Seandainya Tuhan tidak menyuruhku beristirahat di rahimu, mungkin harapku bisa menjadi kenyataan. seandainya Tuhan meletakan ruhku bukan di rahimu, mungkin hidup di dunia bukan lagi sekedar mimpi.
tapi ternyata aku bukan calon manusia yang beruntung seperti bayi Nabi Isa yang berhasil lahir kedunia. Kau juga bukan Maryam yang menyanyangiku dan menginginkanku.
Ah, sudahlah... Tuhan sudah memberikan kesempatan untukku agar bisa menjadi manusia, tapi kau yang tidak menginginkanku, kau Bunda...
Aku berterima kasih pada Tuhan yang sudah memberiku kesempatan, dan aku juga berterima kasih pada malaikat-malaikatNya yang kini sedang menjagaku, menghiburku dan selalu menemaniku bermain di surga. Tapi Bunda.... rasa kecewaku padamu terlalu sulit sirna. Aku marah, aku jengkel, dan aku benar-benar kecewa padamu, Bunda....
Bunda...aku hanya berharap kelak lidahmu masih mampu bercerita padaku dan Tuhanmu. Kuharap kelak kau masih bisa bercerita pada kami mengapa kau membunuhku dan tak izinkan aku lahir serta lebih lama bersamamu.
Kelak...katakanlah padaku apa alasannya hingga kau tak izinkan aku disampingmu...
Aku dan Tuhanmu menunggu ceritamu, Bunda....
Bunda...izinkan aku sedikit bercerita padamu...
Walaupun tak pernah kau izinkan aku hidup di sampingmu...
Bunda...apa kau tahu betapa bahagianya aku ketika Tuhan bertanya padaku, "Sanggupkah Kau hidup di dunia sebagai manusia?"
Aku melonjak kegirangan, terbayang sudah keindahan yang akan kunikmati di dunia. aku tak ingin lagi berpikir lebih lama, jawabku "Iya".
Tuhan tersenyum, matanya lembut menatapku, lalu dengan kasihNya Yang Agung, ia bertanya lagi padaku "Kau yakin? Hidup di dunia itu tidak mudah."
UcapaNya membuatku sejenak terdiam, aku memang buta seperti dunia, aku tak pernah tahu ada derita macam apa disana, tapi rasa penasaranku ternyata mengalahkan segalanya. Ketakutan, kecemasan dan segala kegalauan akan hidup menjadi manusia di dunia seperti sirna oleh rasa ingin tahuku tentang dunia. Tuhan masih menatapku, menunggu keyakinan yang akan tersurat dari jawaban yang akan kuberikan atas pertanyaanNya. Ia masih memandangku lembut dengan tatapan Maha CintaNya, aku tersenyum dan menjawab tegas "Aku yakin, Tuhan....."
Kau tahu, Bunda.... aku melompat bahagia saat kemudian Tuhan berkata "Baiklah, akan Ku-hidupkan kamu di dunia".
Bunda...Tuhan meletakan ruhku di dalam rahimu, aku tak tahu mengapa Tuhan memilih rahimu sebagai tempat persinggahanku sebelum aku terlahir menjadi manusia. Aku tak paham mengapa Tuhan memilihmu sbagai calon Ibu bagiku. Aku benar-benar tak tahu apa alasanNya, lagipula aku memang tak ingin tahu. Aku tahu ia Maha Benar, dan akan selalu membuat keputusan yang benar. Aku sudah cukup bahagia diizinkan hidup olehNya. Dan rasanya, aku akan sangat kurang ajar jika bertanya padaNya mengapa Ia memilih rahimu sebagai rumah singgahku sebelum aku terlahir menjadi manusia.
Di rahimu, aku mulai merasakan indahnya dunia baru yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku bahagia,,,sekali lagi Bunda, aku sangat bahagia. Aku merasa hangat, tenang dan nyaman. Maha Besar Tuhan, Ia benar-benar menciptakan persinggahan indah untuk calon mahlukNya.
Bunda...di dalam rahimu aku bermimpi akan indahnya dunia, aroma wewangian bunga semerbak lembut bersama indahnya kupu-kupu berterbangan dengan sayapnya yang memukau, langit biru dengan gumpalan awan putih yang makin terlihat indah dengan beberapa burung yang melayang melintas di bawahnya. Indah sekali dunia itu, Bunda....
Bunda...aku tersenyum dalam tidurku di rahimu. Apa kau turut merasakan bahagiaku seperti aku yang juga merasakan detak jantungmu dan aliran darahmu?
Aku terbangun dari mimpiku, aku terjaga dari tidurku. Kembali kudengar ucapanNya, untuk sembilan bulan sebelum aku menjadi manusia, aku harus tinggal di rahimu. Lama sekali Bunda...aku sungguh-sungguh tak sabar ingin segera bisa menikmati dunia.
Bunda...aku sedang terlelap saat itu, saat tiba-tiba goncangan dahsyat itu membuat seluruh dinding rahimu bergetar. Aku ketakutan Bunda,,,aku sangat takut. Apa yang terjadi dengan rumahku saat ini Bunda? Apa yang terjadi denganmu? Apa diluar sana kau juga baik-baik saja? Bunda...aku takut akan diriku sendiri. tapi aku juga mencemaskan keadaanmu. Kau calon Ibu yang sudah Tuhan berikan untukku, dan aku tak ingin sesuatu yang buruk menimpamu. Goncangan itu belum berakhir, tiba-tiba aku mulai merasakan tubuh kecilku yang lemah didorong oleh jutaan energi yang dahsyat. Aku takut, Bunda...
Aku merasa sakit yang luar biasa, tapi energi itu makin kuat mendorongku, memaksaku keluar meninggalkan peraduanku di rahimu. Bunda, apakah ini saatnya aku terlahir menjadi manusia? Tapi kata Tuhan aku harus sembilan bulan di rahimu, ini terlalu cepat dan tubuh kecilku juga masih terlalu lemah. bahkan tubuhku...belum sempurna. Apa aku akan terlahir cacat, Bunda?
Bunda...aku takut, aku sakit.... ada apa ini, Bunda?
Bunda...ternyata kau sedang memaksaku keluar dari rahimu sebelum waktu yang seharusnya. Tadinya kupikir itu karena kau sudah tak sabar dan terlalu menginginkanku. Tapi ternyata aku salah.......
Kau paksa tubuh kecilku yang lemah dan masih tak sempurna untuk merasakan panasnya dunia. Bunda... apakah kau tahu betapa sakitnya aku? Bunda...tahukah kau betapa inginnya aku hidup, menjadi manusia dan tumbuh dewasa di sampingmu???
Kenapa Bunda? Kenapa? Kenapa? Kenapa ini yang kau perbuat padaku? Apa salahku padamu, Bunda? Apa dosaku padamu?!!!
Bunda...aku benar-benar tak paham pada keberanianmu yang konyol karena telah menolak keberadaanku yang sudah menjadi keputusanNya.
Bunda...kau berhasil memaksaku keluar, kau berhasil membuatku selamanya terpejam dan sama sekali tak bernafas. Darah yang mengiringiku ini tak sebanding dengan rasa sakitku, Bunda...
Bunda... kau hancurkan mimpiku, kau rusak harapanku untuk menikmati dunia, kau biarkan aku mati dalam gelimang darah. Apa kau puas, Bunda?
Wangi bunga yang tidak bisa kucium aromanya, kupu-kupu indah yang berterbangan, langit biru dengan gumpalan awan yang memukau. Bunda....kau benar-benar hancurkan semua anganku dan inginku.
Bunda, aku memang tak bisa menikmati indahnya dunia, aku memang tak sempat menghirup kesegaran aroma alam fana, aku memang tak sempat merasakan pelukanmu, lembutnya sentuhanmu, dan hangatnya cintamu....
Bunda...disini aku menangis, aku kembali disisi Tuhan yang tak pernah keberatan dengan kehadiranku. Tapi disini aku hanya bisa terdiam memikirkan harapku yang tergilas karena egomu. Aku masih tak paham, Bunda...
Malaikat Tuhan menghiburku, Ia bahkan menempatkanku pada surga terindahNya, tapi aku masih ingin hidup di dunia bersamamu, Bunda....
Seandainya Tuhan tidak menyuruhku beristirahat di rahimu, mungkin harapku bisa menjadi kenyataan. seandainya Tuhan meletakan ruhku bukan di rahimu, mungkin hidup di dunia bukan lagi sekedar mimpi.
tapi ternyata aku bukan calon manusia yang beruntung seperti bayi Nabi Isa yang berhasil lahir kedunia. Kau juga bukan Maryam yang menyanyangiku dan menginginkanku.
Ah, sudahlah... Tuhan sudah memberikan kesempatan untukku agar bisa menjadi manusia, tapi kau yang tidak menginginkanku, kau Bunda...
Aku berterima kasih pada Tuhan yang sudah memberiku kesempatan, dan aku juga berterima kasih pada malaikat-malaikatNya yang kini sedang menjagaku, menghiburku dan selalu menemaniku bermain di surga. Tapi Bunda.... rasa kecewaku padamu terlalu sulit sirna. Aku marah, aku jengkel, dan aku benar-benar kecewa padamu, Bunda....
Bunda...aku hanya berharap kelak lidahmu masih mampu bercerita padaku dan Tuhanmu. Kuharap kelak kau masih bisa bercerita pada kami mengapa kau membunuhku dan tak izinkan aku lahir serta lebih lama bersamamu.
Kelak...katakanlah padaku apa alasannya hingga kau tak izinkan aku disampingmu...
Aku dan Tuhanmu menunggu ceritamu, Bunda....
0 respons:
Post a Comment