Belum lama ini sebuah wacana
proyek baru milik DPR kembali muncul ke permukaan dan menjadi buah bibir
masyarakat Indonesia. Setelah menuntut dibangun fasilitas mewah seperti
spa, pijit dan kolam renang, DPR kembali menghadirkan sebuah tuntutan
mewah untuk tempat mereka buang hajat. Tuntutan mewah? Ya, karena mereka
akan menyisihkan anggaran sebanyak 2 Milyar untuk toilet mereka di
gedung megah itu. Ada apa lagi ini? Sepertinya tahun 2012 ini anggota
Dewan kita akan semakin royal saja ya? Selain tuntutan mewah untuk
toilet yang super lux, saat ini DPR juga kembali menjadi bahan kritikan
karena adanya ruang rapat Badan Anggaran yang menelan dana hingga 20
Milyar lebih. Jujur saja, fernomena ini membuat saya kagum dengan
cepatnya perputaran uang yang terjadi di DPR. Sebenarnya, DPR itu sebuah
lembaga Perwakilan Rakyat atau Perusahaan sih?
Meskipun baru berupa wacana, rencana ini sudah membuat banyak pihak ikut berkomentar. Anggaran 2 Milyar dianggap terlalu banyak jika hanya digunakan untuk merenovasi toilet DPR. Jika dicermati ini memang sangat berlebihan. Betapa tidak, anggaran 2 Milyar yang akan digunakan untuk merenovasi toilet DPR itu bahkan sama saja dengan dana anggaran yang akan digunakan untuk pemberdayaan dan program pemakmuran rakyat Indonesia yang tinggal di daerah perbatasan antara Indonesia - Malaysia.
Kemarin kita baru saja menghadapi ketolalan aplikasi hukum di Indonesia yang memvonis pencuri sandal dengan hukuman lima tahun penjara atau mempidanakan pencuri pisang yang memiliki keterbelakangan mental. Saat ini, apakah ini juga bentuk aplikasi ketololan dari para politikus kita yang kini menjabat sebagai Anggota Dewan? Jika mereka tidak tolol, apakah mereka akan menyamakan jatah untuk toilet dengan jatah untuk sekelompok manusia? Sayang sekali, ternyata pemerintahan kita dipenuhi orang-orang tolol yang tidak bisa membedakan kebutuhan manusia dengan toilet! Sebuah ironi yang menyedihkan sekaligus memilukan.
2 Milyar untuk 220 toilet di DPR memang terlampau berlebihan. Anggaran yang tidak wajar dan tidak masuk akal. Jika 2 Milyar digunakan untuk 220 toilet yang ada, berarti kita akan mendapati nilai hampir 10juta untuk masing masing toiletnya. Waw, mahal juga ya ruang buang hajat di DPR?
Pantaskah anggaran sebanyak itu hanya untuk tempat buang hajat?
Sebagian besar masyarakat mungkin akan langsung merespon negatif dan menjawab TIDAK untuk pertanyaan ini. Mengapa harus TIDAK? Apa ini salah satu bukti jika warga Negara Indonesia tidak mendukung kinerja para Anggota Dewan yang menjadi wakil rakyat?
Lalu, ada alasan apa dibalik ketidaksetujuan masyarakat pada rencana ini?
Jika menilik ke belakang saat Sang Soeharto menjabat tahtanya, mungkin kita tidak akan mendapati protes semcam ini di zamannya. Karena apa, karena zaman itu Soeharto memanfaatkan kekuasannya secara penuh untuk membius pikiran-pikiran kritis rakyatnya. Dengan kekuasannya yang Maha Diktator, Soeharto selalu mampu membungkam mulut siapa saja yang berani menolak kebijakannya. Hasilnya? Tentu saja sudah bisa dipastikan, rakyat seperti menjadi kerbau yang dicocok hidungnya dan menuruti saja semua kebijakan yang dibuat Soeharto.
Namun jika kita mau mengamatinya secara lebih mendalam, pada dasarnya rakyat tidak benar-benar menurut. Mereka hanya tidak memiliki keberanian yang maksimal dan hanya bermain kucing-kucingan, mengkritik Soeharto secara sembunyi-sembunyi. Meskipun ada beberapa orang dan lembaga pers yang berani mengungkap borok presiden ini, itu tidak berlangsung lama karena beberapa saat kemudian Soeharto pasti dengan sigapnya akan langsung memerintah utusannya untuk membunuh atau menghentikan aksi-aksi semacam itu. Tekanan untuk tidak mengatakan apapun atas semua kebijakan Soeharto terus dilakukan hingga pada akhirnya terjadilah peristiwa penggulingan presiden yang sudah berkuasa selama hampir 32 tahun ini. Saat itu mahasiswa mengadakan demo besar-besaran sebagai bentuk aksi protes terhadapa presiden Soeharto. Bahkan saking kuatnya demo itu, gedung MPR-pun sampai bisa dikuasai mahasiswa. Mengapa sampai bisa terjadi peristiwa semacam ini? Tentu saja ini bisa terjadi karena tekanan yang terus-menerus dilakukan oleh presiden Soeharto. Seperti halnya balon, ketika emosi manusia terus menerus mendapat tekanan maka pada akhirnya pasti akan meledak layaknya balon yang sudah terlalu banyak berisi udara.
Apa yang terjadi pada zaman itu tidak akan kita lihat lagi pada saat ini. Setelah penurunan Soeharto karena demo besar-besaran dan perubahan sistem politik di Indonesia, terciptalah suasana baru di tanah Indonesia. Media yang sebelumnya “diikat” kemudian mulai bisa menampakan isinya secara bebas, lepas dan luas. Suara masyarakat yang semula dibius dengan “kebaikan” Soeharto yang memurahkan harga bahan pangan mulai terdengar menggema di segala penjuru. Kondisi politik yang berubah drastis tentu saja menimbulkan banyak perubahan di segala aspek kehidupan Indonesia, terutama pada bidang ekonomi. Sejak peristiwa penggulingan Soeharto terjadilah keadaan yang kita sebut dengan krisis moneter, yaitu suatu kondisi dimana harga barang-barang yang kita konsumsi terus meningkat secara tajam karena nilai tukar rupiah dengan dolar yang semakin melemah. Sejak terjadi peristiwa demo penggulingan Soeharto lalu kemudian krisis moneter, keberanian Rakyat Indonesia semakin mengagumkan. Protes dan reaksi atas segala kebijakan pemerintah mulai muncul setiap ada perubahan. Apa ini yang kemudian disebut sebagai progress masyarakat Indonesia? Mungkin iya. Kebebasan berpendapat yang dimiliki masyarakat Indonesia membuat warga Negara kita semakin cerdas dan sensitif dalam menanggapi segala kebijakan yang diciptakan pemerintah. Mengapa masyarakat Indonesia menjadi begitu sensitif seperti sekarang ini? Apa ini hanya bukti jika Masyarakat kita kurang kerjaan? Hahahaaaa…jika iya, berarti hampir semua warga Indonesia itu kurang kerjaan ya? Bukankah hampir semua kalangan memberikan pendapatnya tentang masalah ini?
Kesensitifan Masyarakat Indonesia terhadap semua kebijakan yang ada adalah salah satu bukti jika rasa nasionalisme rakyat sekarang ini setidaknya masih ada dalam posisi aman. Ya, sikap kritis rakyat adalah salah satu bukti bahwa mereka menginginkan yang terbaik untuk Negara mereka dan harapan agar sesuatu yang buruk seperti pada masa Soeharto tidak terjadi lagi sekarang.
Akan tetapi para wakil rakyat sepertinya tidak merasa seperti itu ya? Sikap dan pemikiran kritis rakyat sepertinya malah membuat Anggota Dewan merasa terancam. Bagaimana tidak, setiap yang dilakukannya selalu mendapat “perhatian” lebih dari rakyat yang diwakilinya. Dari masalah sepele seperti absen hingga hal-hal sensitif tentang Anggaran mulai mendapat sorotan tajam dari masyarakat Indonesia. Jika sudah seperti ini, siapa yang seharusnya disalahkan? Apakah kita dengan gampangnya akan menyalahkan rakyat yang peduli dengan keadaan bangsanya sendiri? Jika itu yang terjadi, sungguh sebuah tindakan yang konyol kan?
Berbagai reaksi mulai muncul atas aksi dan ulah yang dilakukan Sang Anggota Dewan. Mulai dari kasus titip absen (disini saya mulai bingung membedakan antara anggota dewan dan mahasiswa) hingga masalah anggaran yang jumlahnya tidak masuk akal dan berlebihan.
Jadi, apakah tujuan penolakan itu?
Seperti yang sudah saya sebut tadi, penolakan terhadap kebijakan dan keputusan DPR adalah karena mereka merasa apa yang diinginkan Si Anggota Dewan ini terlalu berlebihan dan tidak pantas sehingga malah akan merugikan bangsa kita ini. Benar-benar salah satu bukti nasionalisme kan?
Mengapa tidak pantas, mengapa merugikan?
Sudah bukan hal yang asing lagi, siapapun dari kita juga pasti tahu tentang hal ini. Banyak sekolah dan lembaga pendidikan lainnya yang ambruk dan membutuhkan biaya untuk perbaikan, banyak jembatan roboh, kerusakan jalan yang mmebahayakan, mantan atlit yang membutuhkan jaminan hidup layak, rakyat miskin yang kelaparan, musibah kebanjiran dan penyakit yang mewabah di Indonesia, kesulitan kaum miskin mengakses pendidikan dan kesehatan, serta berbagai masalah sosial lainnya.
Lalu, pantaskah jika DPR kemudian memutuskan untuk membuang anggaran 2 Milyar untuk toilet yang masih layak dan memadai serta 20 Milyar untuk ruang rapat badan anggaran baru dengan semua fasilitas mewah dan impor? Pantaskah orang-orang yang mengaku menjadi wakil rakyat itu bersenang-senang diatas penderitaan orang-orang yang sedang diwakilinya? Lelucon macam apa ini?
Siapapun tahu gedung DPR sudah terlampau mewah untuk para Anggotanya. Fasilitas seperti spa, pijit, kolam renang, ruangan ber AC dengan pryektor dan LCD kelas hotel berbintang, kursi mewah impor dari luar Negeri, lampu ramah lingkungan yang bernilai jutaan rupiah dan masih banyak lagi. Kemewahan yang dinikmati Anggota DPR tidak hanya bisa ditemui di kantornya. Sang Anggota Dewan yang terhormat itu juga mendapat perhatian khusus dengan mendapatkan fasilitas rumah dan mobil mewah bernilai milyaran. Waw, sebuah profesi yang menyenangkan ya?
Tapi sepertinya semua kemewahan itu belum cukup bagi mereka. Hal ini terbukti dengan tuntutan mereka yang semakin bermacam-macam. RUU yang seharusnya disahkan tidak memnuhi target, bolos disaat seharusnya rapat, bercumbu dengan aneka gadget disaat rapat, atau bahkan yang lebih parah lagi bermimpi indah disaat rapat. Jika kewajibannya saja sudah diabaikan seperti ini, dimana rasa malu mereka hingga masih terus saja menuntut dan menuntut rakyatnya? Siapa mereka? Wakil rakyat atau lintah darat berdasi? Ternyata, saat ini bukan hanya tikus yang berdasi, tapi juga lintah!
Menuntut kenyamanan untuk proses kerja itu wajar saja selama tidak terlalu berlebihan. Jika Si Anggota Dewan itu benar-benar wakil rakyat, seharusnya mereka lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi atau golongannya. Merenovasi toilet itu wajar, tapi selama toilet masih bisa dan layak digunakan, apa itu perlu dilakukan?
Seperti halnya Ruang Badan Anggaran yang baru, ruangan yang menghabiskan dana lebih dari 20 Milyar itu saat ini juga menjadi kontroversi. Parahnya, si ketua Anggota Dewan malah mengaku tidak tahu menahu tentang hal ini dan malah mengatakan kalau hal-hal semacam itu adalah urusan Sekjen DPR. Ketika dikonfirmasi, Sekjen DPR juga sepertinya menghindar! Lalu jika si wakil rakyat sudah menunjukan sikap pengecutnya yang semacam itu, kepada siapa lagi kita sebagai rakyat berharap?
Ruang Badan Anggaran yang baru menciptakan kontroversi di masyarakat karena dianggap tidak penting. Mengapa harus dibangun ruang Banggar yang baru jika keadaan yang ruang Banggar lama masih sangat memadai? Tidak hanya itu, selain mempertanyakan “mengapa” masyarakat juga kemudian bertanya “untuk apa”. Yupp, untuk apa dibangun ruang Banggar baru super mewah jika rapat Banggar lebih sering diadakan di hotel berbintang?
Sebagai seorang wakil rakyat, mereka seharusnya memiliki kemampuan yang memadai untuk membedakan mana yang lebih pantas diprioritaskan dan mana yang seharusnya lebih didahulukan. Jika wakil rakyat sudah memiliki kecerdasan semacam ini mungkin kontroversi masalah Anggaran tidak akan lagi berkembang menjadi isu di masyarakat luas. Selain harus memiliki kemampuan seperti itu, si Anggota Dewan juga diharapkan mampu menekan ego mereka untuk memperkaya diri sendiri. Jika fasilitas adalah konsekuensi logis dari sebuah kewenangan Si Anggota Dewan di DPR, maka dana yang dikeluarkan juga harus logis.
Meskipun baru berupa wacana, rencana ini sudah membuat banyak pihak ikut berkomentar. Anggaran 2 Milyar dianggap terlalu banyak jika hanya digunakan untuk merenovasi toilet DPR. Jika dicermati ini memang sangat berlebihan. Betapa tidak, anggaran 2 Milyar yang akan digunakan untuk merenovasi toilet DPR itu bahkan sama saja dengan dana anggaran yang akan digunakan untuk pemberdayaan dan program pemakmuran rakyat Indonesia yang tinggal di daerah perbatasan antara Indonesia - Malaysia.
Kemarin kita baru saja menghadapi ketolalan aplikasi hukum di Indonesia yang memvonis pencuri sandal dengan hukuman lima tahun penjara atau mempidanakan pencuri pisang yang memiliki keterbelakangan mental. Saat ini, apakah ini juga bentuk aplikasi ketololan dari para politikus kita yang kini menjabat sebagai Anggota Dewan? Jika mereka tidak tolol, apakah mereka akan menyamakan jatah untuk toilet dengan jatah untuk sekelompok manusia? Sayang sekali, ternyata pemerintahan kita dipenuhi orang-orang tolol yang tidak bisa membedakan kebutuhan manusia dengan toilet! Sebuah ironi yang menyedihkan sekaligus memilukan.
2 Milyar untuk 220 toilet di DPR memang terlampau berlebihan. Anggaran yang tidak wajar dan tidak masuk akal. Jika 2 Milyar digunakan untuk 220 toilet yang ada, berarti kita akan mendapati nilai hampir 10juta untuk masing masing toiletnya. Waw, mahal juga ya ruang buang hajat di DPR?
Pantaskah anggaran sebanyak itu hanya untuk tempat buang hajat?
Sebagian besar masyarakat mungkin akan langsung merespon negatif dan menjawab TIDAK untuk pertanyaan ini. Mengapa harus TIDAK? Apa ini salah satu bukti jika warga Negara Indonesia tidak mendukung kinerja para Anggota Dewan yang menjadi wakil rakyat?
Lalu, ada alasan apa dibalik ketidaksetujuan masyarakat pada rencana ini?
Jika menilik ke belakang saat Sang Soeharto menjabat tahtanya, mungkin kita tidak akan mendapati protes semcam ini di zamannya. Karena apa, karena zaman itu Soeharto memanfaatkan kekuasannya secara penuh untuk membius pikiran-pikiran kritis rakyatnya. Dengan kekuasannya yang Maha Diktator, Soeharto selalu mampu membungkam mulut siapa saja yang berani menolak kebijakannya. Hasilnya? Tentu saja sudah bisa dipastikan, rakyat seperti menjadi kerbau yang dicocok hidungnya dan menuruti saja semua kebijakan yang dibuat Soeharto.
Namun jika kita mau mengamatinya secara lebih mendalam, pada dasarnya rakyat tidak benar-benar menurut. Mereka hanya tidak memiliki keberanian yang maksimal dan hanya bermain kucing-kucingan, mengkritik Soeharto secara sembunyi-sembunyi. Meskipun ada beberapa orang dan lembaga pers yang berani mengungkap borok presiden ini, itu tidak berlangsung lama karena beberapa saat kemudian Soeharto pasti dengan sigapnya akan langsung memerintah utusannya untuk membunuh atau menghentikan aksi-aksi semacam itu. Tekanan untuk tidak mengatakan apapun atas semua kebijakan Soeharto terus dilakukan hingga pada akhirnya terjadilah peristiwa penggulingan presiden yang sudah berkuasa selama hampir 32 tahun ini. Saat itu mahasiswa mengadakan demo besar-besaran sebagai bentuk aksi protes terhadapa presiden Soeharto. Bahkan saking kuatnya demo itu, gedung MPR-pun sampai bisa dikuasai mahasiswa. Mengapa sampai bisa terjadi peristiwa semacam ini? Tentu saja ini bisa terjadi karena tekanan yang terus-menerus dilakukan oleh presiden Soeharto. Seperti halnya balon, ketika emosi manusia terus menerus mendapat tekanan maka pada akhirnya pasti akan meledak layaknya balon yang sudah terlalu banyak berisi udara.
Apa yang terjadi pada zaman itu tidak akan kita lihat lagi pada saat ini. Setelah penurunan Soeharto karena demo besar-besaran dan perubahan sistem politik di Indonesia, terciptalah suasana baru di tanah Indonesia. Media yang sebelumnya “diikat” kemudian mulai bisa menampakan isinya secara bebas, lepas dan luas. Suara masyarakat yang semula dibius dengan “kebaikan” Soeharto yang memurahkan harga bahan pangan mulai terdengar menggema di segala penjuru. Kondisi politik yang berubah drastis tentu saja menimbulkan banyak perubahan di segala aspek kehidupan Indonesia, terutama pada bidang ekonomi. Sejak peristiwa penggulingan Soeharto terjadilah keadaan yang kita sebut dengan krisis moneter, yaitu suatu kondisi dimana harga barang-barang yang kita konsumsi terus meningkat secara tajam karena nilai tukar rupiah dengan dolar yang semakin melemah. Sejak terjadi peristiwa demo penggulingan Soeharto lalu kemudian krisis moneter, keberanian Rakyat Indonesia semakin mengagumkan. Protes dan reaksi atas segala kebijakan pemerintah mulai muncul setiap ada perubahan. Apa ini yang kemudian disebut sebagai progress masyarakat Indonesia? Mungkin iya. Kebebasan berpendapat yang dimiliki masyarakat Indonesia membuat warga Negara kita semakin cerdas dan sensitif dalam menanggapi segala kebijakan yang diciptakan pemerintah. Mengapa masyarakat Indonesia menjadi begitu sensitif seperti sekarang ini? Apa ini hanya bukti jika Masyarakat kita kurang kerjaan? Hahahaaaa…jika iya, berarti hampir semua warga Indonesia itu kurang kerjaan ya? Bukankah hampir semua kalangan memberikan pendapatnya tentang masalah ini?
Kesensitifan Masyarakat Indonesia terhadap semua kebijakan yang ada adalah salah satu bukti jika rasa nasionalisme rakyat sekarang ini setidaknya masih ada dalam posisi aman. Ya, sikap kritis rakyat adalah salah satu bukti bahwa mereka menginginkan yang terbaik untuk Negara mereka dan harapan agar sesuatu yang buruk seperti pada masa Soeharto tidak terjadi lagi sekarang.
Akan tetapi para wakil rakyat sepertinya tidak merasa seperti itu ya? Sikap dan pemikiran kritis rakyat sepertinya malah membuat Anggota Dewan merasa terancam. Bagaimana tidak, setiap yang dilakukannya selalu mendapat “perhatian” lebih dari rakyat yang diwakilinya. Dari masalah sepele seperti absen hingga hal-hal sensitif tentang Anggaran mulai mendapat sorotan tajam dari masyarakat Indonesia. Jika sudah seperti ini, siapa yang seharusnya disalahkan? Apakah kita dengan gampangnya akan menyalahkan rakyat yang peduli dengan keadaan bangsanya sendiri? Jika itu yang terjadi, sungguh sebuah tindakan yang konyol kan?
Berbagai reaksi mulai muncul atas aksi dan ulah yang dilakukan Sang Anggota Dewan. Mulai dari kasus titip absen (disini saya mulai bingung membedakan antara anggota dewan dan mahasiswa) hingga masalah anggaran yang jumlahnya tidak masuk akal dan berlebihan.
Jadi, apakah tujuan penolakan itu?
Seperti yang sudah saya sebut tadi, penolakan terhadap kebijakan dan keputusan DPR adalah karena mereka merasa apa yang diinginkan Si Anggota Dewan ini terlalu berlebihan dan tidak pantas sehingga malah akan merugikan bangsa kita ini. Benar-benar salah satu bukti nasionalisme kan?
Mengapa tidak pantas, mengapa merugikan?
Sudah bukan hal yang asing lagi, siapapun dari kita juga pasti tahu tentang hal ini. Banyak sekolah dan lembaga pendidikan lainnya yang ambruk dan membutuhkan biaya untuk perbaikan, banyak jembatan roboh, kerusakan jalan yang mmebahayakan, mantan atlit yang membutuhkan jaminan hidup layak, rakyat miskin yang kelaparan, musibah kebanjiran dan penyakit yang mewabah di Indonesia, kesulitan kaum miskin mengakses pendidikan dan kesehatan, serta berbagai masalah sosial lainnya.
Lalu, pantaskah jika DPR kemudian memutuskan untuk membuang anggaran 2 Milyar untuk toilet yang masih layak dan memadai serta 20 Milyar untuk ruang rapat badan anggaran baru dengan semua fasilitas mewah dan impor? Pantaskah orang-orang yang mengaku menjadi wakil rakyat itu bersenang-senang diatas penderitaan orang-orang yang sedang diwakilinya? Lelucon macam apa ini?
Siapapun tahu gedung DPR sudah terlampau mewah untuk para Anggotanya. Fasilitas seperti spa, pijit, kolam renang, ruangan ber AC dengan pryektor dan LCD kelas hotel berbintang, kursi mewah impor dari luar Negeri, lampu ramah lingkungan yang bernilai jutaan rupiah dan masih banyak lagi. Kemewahan yang dinikmati Anggota DPR tidak hanya bisa ditemui di kantornya. Sang Anggota Dewan yang terhormat itu juga mendapat perhatian khusus dengan mendapatkan fasilitas rumah dan mobil mewah bernilai milyaran. Waw, sebuah profesi yang menyenangkan ya?
Tapi sepertinya semua kemewahan itu belum cukup bagi mereka. Hal ini terbukti dengan tuntutan mereka yang semakin bermacam-macam. RUU yang seharusnya disahkan tidak memnuhi target, bolos disaat seharusnya rapat, bercumbu dengan aneka gadget disaat rapat, atau bahkan yang lebih parah lagi bermimpi indah disaat rapat. Jika kewajibannya saja sudah diabaikan seperti ini, dimana rasa malu mereka hingga masih terus saja menuntut dan menuntut rakyatnya? Siapa mereka? Wakil rakyat atau lintah darat berdasi? Ternyata, saat ini bukan hanya tikus yang berdasi, tapi juga lintah!
Menuntut kenyamanan untuk proses kerja itu wajar saja selama tidak terlalu berlebihan. Jika Si Anggota Dewan itu benar-benar wakil rakyat, seharusnya mereka lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi atau golongannya. Merenovasi toilet itu wajar, tapi selama toilet masih bisa dan layak digunakan, apa itu perlu dilakukan?
Seperti halnya Ruang Badan Anggaran yang baru, ruangan yang menghabiskan dana lebih dari 20 Milyar itu saat ini juga menjadi kontroversi. Parahnya, si ketua Anggota Dewan malah mengaku tidak tahu menahu tentang hal ini dan malah mengatakan kalau hal-hal semacam itu adalah urusan Sekjen DPR. Ketika dikonfirmasi, Sekjen DPR juga sepertinya menghindar! Lalu jika si wakil rakyat sudah menunjukan sikap pengecutnya yang semacam itu, kepada siapa lagi kita sebagai rakyat berharap?
Ruang Badan Anggaran yang baru menciptakan kontroversi di masyarakat karena dianggap tidak penting. Mengapa harus dibangun ruang Banggar yang baru jika keadaan yang ruang Banggar lama masih sangat memadai? Tidak hanya itu, selain mempertanyakan “mengapa” masyarakat juga kemudian bertanya “untuk apa”. Yupp, untuk apa dibangun ruang Banggar baru super mewah jika rapat Banggar lebih sering diadakan di hotel berbintang?
Sebagai seorang wakil rakyat, mereka seharusnya memiliki kemampuan yang memadai untuk membedakan mana yang lebih pantas diprioritaskan dan mana yang seharusnya lebih didahulukan. Jika wakil rakyat sudah memiliki kecerdasan semacam ini mungkin kontroversi masalah Anggaran tidak akan lagi berkembang menjadi isu di masyarakat luas. Selain harus memiliki kemampuan seperti itu, si Anggota Dewan juga diharapkan mampu menekan ego mereka untuk memperkaya diri sendiri. Jika fasilitas adalah konsekuensi logis dari sebuah kewenangan Si Anggota Dewan di DPR, maka dana yang dikeluarkan juga harus logis.
0 respons:
Post a Comment