Mendengar nama VICKY, aku seperti kembali mengingat semua
kekonyolanku. Mengingat rasa cintaku yang terpendam, kekagumanku yang
mungkin terlalu berlebihan, dan tentu saja kepececundanganku untuk
mengungkapkan perasaan itu padanya. Aku masih ingat betul waktu itu,
bagaimana aku berkenalan dengannya, mengagumi manis senyumnya, lembut
tutur katanya dan wajahnya yang mempesona. Laki-laki sederhana itu sudah
mebuatku tak paham dengan isi hatiku, sosoknya teramat sederhana tapi
ia membuat hatiku terlalu rumit untuk dipahami. Kompleks, aku tak paham
tentang cinta, aku juga tak selalu tahu tentang rasa. Cinta atau bukan,
bukan cinta atau bukankah ini cinta? Entahlah.
Aku masih ingat
bagaimana dulu aku begitu ingin mengenal sosoknya, memandang wajahnya
diam-diam dan kemudian salah tingkah saat ketahuan mataku sedang asyik
mencuri pandang ke arahnya. Ia benar-benar seperti magnet yang menarik
rasa ingin tahuku. Yah, aku ingin tahu tentangnya, segala tentangnya.
Tentang wajahnya yang mempesona, senyumnya yang menawan, sikapnya yang
sederhana. Tak ada detail yang membuatnya terlihat cacat di hadapanku.
Semuanya nyaris sempurna. Aku sampai terlalmpau bosan mendengar ucapan
“TAK ADA YANG SEMPURNA DI DUNIA INI”, tapi sosok nyatanya di mataku
terlihat tak memiliki kekurangan. Atau aku yang belum menenmukannya?
Mungkin, karena mataku telah dimanjakan dengan sejuta pesonanya yang
teramat indah.
Aku tak pernah bisa menepis kegelisahanku, datang
ke kampus itu untuk bisa kembali menikmati segala pesona yang menempel
di tubuhnya. Hasrat hati dan otak nalarku seperti sudah kecanduan dengan
sosoknya. Ia benar-benar seperti narkoba yang membuatku kecanduan dan
ingin menikmatinya setiap saat. Atau jika tidak, kegelisahan akan
berdiam lama dalam diriku. Bukan lagi sekedar mampir, rasa gelisah itu
seperti sedang sengaja bersarang di hatiku jika aku tidak melihatnya.
Aku mungkin hanya bisa menatapnya diam-diam, karena perasaanku memang
tak bisa diam. Hatiku selalu melonjak kegirangan jika menatap wajahnya,
meski dari jarak ratusan mil. Dan hatiku juga akan berteriak lantang
menyebut namanya jika aku sama sekali tak melihatnya. Aku sempat merasa
ada yang salah dengan hatiku, tapi semakin ku coba mengabaikan bayangan
laki-laki mempesona itu, sosoknya justru kian melekat erat dalam setiap
relung hatiku.
Aku juga akan selalu ingat bagaimana aku menunggu
kabar darinya, meletakan ponsel dalam jarak yang langsung bisa ku
jangkau dengan sekali jentikan jari. Mataku tak pernah lelas mengamati
layar ponsel hitam yang sudah menjadi sahabat setia dalam segala
aktivitasku. Hmm… teknologi sepertinya sudah membuat manusia tak hanya
bisa bersahabat dengan sesama manusia. Menunggu layar ponsel berkelip
menampilkan namanya terasa sangat menjemukan, tapi kebosanan itu
seketika lenyap saat aku kembali mengingat jika laki-laki yang sedang ku
tunggu kabarnya adalah seorang VICKY. Yah, kemarin kami baru saja
saling bertukar nomor ponsel, hatiku bahkan nyaris meledak karena tidak
tahu bagaimana cara mengungkapkan kebahagiaan itu. sekian hari aku
bercumbu dengan kepengecutanku, mengagumi dan menatapnya dari kejauhan.
Kini akhirnya aku bisa memiliki nomor ponselnya. Satu-satunya akses yang
bisa ku gunakan untuk tetap menjaga komunikasi dengannya. Tak harus
melihat wajahnya, mendengar suaranya dan membaca tulisan yang entah ia
buat dengan sepenuh hati atau tidak juga sudah membuatku teramat
bahagia, sangat bahagia. Aku berkhayal bisa mendengar suaranya sepanjang
malam, atau paling tidak sesaat sebelum aku terlelap juga sudah cukup.
Imajinasiku membuat aku tersenyum seorang diri, ku bayangkan layar
ponselku menampilkan pesan darinya yang bertuiiskan “Met bobo”. Tapi
sepertinya harapanku hanya tinggal harapan, ku dengar ia sosok laki-laki
yang begitu dingin menghadapi wanita. Sedikit kecewa, sepertinya
harapanku terlalu tipis untuk bisa lebih dekat dengan sosoknya. Tapi itu
tak cukup untuk membuat hatiku mati rasa kepada seorang VICKY.
Harapku
yang tergilas mengantarku kembali pada sosok mantan kekasih, mantan
kekasih yang sudah melupakanku dan lebih memilih bekas pacarnya dulu.
Entah bodoh atau gila, aku kembali padanya, menerima ajakannya dan
mempercayai ucapan dustanya. Tak ada cinta, aku hanya ingin bisa
melupakan sosok VICKY yang tak menanggapi diriku, hatiku, dan
perasaanku. Aku ingin menghalau bayangan mahluk tampan bernama VICKY
dengan bayangan laki-laki yang kini ada di sampingku, tapi tidak di
hatiku.
Aku tak akan pernah mampu melupakan bagaimana rasa
bersalahku terhadap sosok VICKY saat laki-laki di sampingku memarahinya
lewat sms karena kami saling berbicara melalui sekelumit pesan di layar
sempit. Aku sudah melupakan kemarahan laki-laki itu, tapi aku hampir tak
bisa tidur setiap malam karena memikirkan rasa bersalahku pada VICKY.
Laki-laki di sampingku bahkan sempat marah besar karena aku lebih
memilih untuk berpihak pada VICKY dan tetap menyuruhnya untuk tidak
menghapus nomor ponsel milik laki-laki menawan itu dari ponselku. Ia
bersikeras dan tetap melakukannya. Kemarahanku makin memuncak, egoisme
yang berlebihan darinya makin membuatku tak nyaman. Ia melakukan segala
hal di hadapanku, tanpa pernah peduli aku menyukainya atau tidak.
Sikapnya benar-benar membuatku muak.
Aku berharap VICKY kembali
menghubungiku, walaupun sekedar lewat sms. Tak apa, aku hanya ingin
kembali tahu nomor ponselnya dan kemudian berbicara langsung padanya
tentang sebuah maaf atas kelakuan laki-laki di sampingku itu. tapi
sepertinya laki-laki dingin itu sama sekali tak menghiraukanku, ia sama
sekali tak menghubungiku. Mungkin ia bahkan sudah sama sekali tak
berminat walaupun hanya sekedar berteman denganku. Facebook yang
kuharapkan bisa jadi media lain untuk menghubungkan aku dengannya juga
sepertinya tak sedkitpun berfungsi, namanya mungkin sudah diganti. Aku
tak bisa menemukannya sama sekali. Kuharap ia tidak sedang memblokir
akun facebooku dari daftar teman yang dimilikinya.
VICKY, ia
seperti menghilang dari kenyataanku, tapi namanya terlanjur terpahat
indah dalam sanubariku. Aku tak mampu melupakannya, entah benar-benar
tidak mampu atau belum mampu. Kurasa hanya waktu yang akan memberitahuku
apa jawaban sesungguhnya.
Aku melalui hariku tanpa VICKY, tapi
bayangannya adalah raja yang memiliki tahta di hati dan otakku. Ia
benar-benar sudah menjeratku dengan pesonanya. Dan aku, terlalu lemas
hanya untuk sekedar melepaskan diri dari jerat itu. Apa aku terlalu
payah? Kuharap kalian pernah mengalami apa yang kurasa, karena aku yakin
kalian tidak akan pernah membodohkan diri kalian sendiri.
Aku tak pernah bertemu lagi dengannya, di dunia virtual dan aktual sekalipun. Ia hanya hadir di mimpi indahku.
Hari-hari
penuh cerita kembali kujalani, laki-laki itu sudah kuusir pergi dari
sampingku, dari hidupku dan kuharap ia tak pernah lagi melakukan
penampakan tanpa aturan di hadapanku. Dan aku, masih tetap menjaga nama
VICKY di setiap liku dan lekuk hatiku.
Beberapa bulan kemudian.
VICKY
kembali hadir dalam dunia virtualku, menjadi komentator dalam salah
satu status facebooku. Ia muncul dengan nama yang berbeda, tapi dengan
wajah yang masih sama. Tak hanya wajah yang masih sama, kekagumanku juga
tak berkurang sedikitupun, masih sama dahsyatnya seperti dulu. Aku
sepertinya benar-benar tak mampu melupakannya, melepaskan diri dari
jerat pesonanya termat sulit ku lakukan. Aku terlalu kuat
mengharapkannya.
Jiwaku histeris, hatiku melompat kegirangan. Ia
kembali muncul dalam hidupku, Tuhan masih memberikanku kesempatan untuk
meminta maaf. Walaupun bukan seutuhnya kesalahanku. Terkadang kita
memang harus meminta maaf untuk sesuatu yang bukan murni kesalahan kita.
Aku meminta maaf dan VICKY memaafkanku.
Terima kasih VICKY…
Aku
mungkin akan kembali hidup tanpa melihat sosokmu dan aku mungkin tak
akan lagi bisa menikmati sejuta pesona yang kau milikki. Tapi aku sudah
cukup lega, karena kamu masih bisa memaafkanku. Sekali lagi, terima
kasih…
Izinkan aku tetap memelihara kekaguman dan rasa cintaku
ini. walaupun aku tak tahu akan seperti apa akhirnya, tapi rasa itu
sepertinya tak akan pernah benar-benar mati.
Aku hanya tak ingin membohongi diri dan menghianati hati.
Aku tak perlu meminta maaf untuk ini, kan?
Monday, October 6, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 respons:
Post a Comment