Kawan, ini adalah kisahku.
Salah satu kisah yang terjadi dalam hidupku. Sebuah kisah yang sempat
tidak kumengerti tapi tetap memberiku sejuta rasa. Entahlah, hingga
tulisan ini selesai kubuat, aku juga masih belum paham apa yang
sebenarnya sedang terjadi dalam hidupku. Meskipun tak paham, aku masih
setia dan mencoba memahaminya.
Seperti kalian, aku juga memiliki cerita cinta dalam hidupku. Huh, apa ini terlalu membosankan? Mungkin iya. Berbicara tentang cinta kita tak pernah lepas dari rasa. Yah, karena cinta adalah perasaan itu sendiri. Berbicara tentang cinta, kita juga akan berbicara tentang senyuman, kebahagiaan, kesenangan dan sekaligus juga kesedihan, tangisan serta kekecewaan. Ini sama dengan kisahku, sebuah kisah dengan sejuta makna dan rasa.
Aku pernah jatuh cinta pada seseorang yang baru saja kukenal. Ia baik, menarik dan memang sangat unik dengan karakter cuek yang selalu menjadi khasnya. Aku tidak tahu apa yang membuatku jatuh cinta padanya, perasaan itu tumbuh begitu saja dan terus berkembang seperti sedang menguasai hampir seluruh bagian hatiku. Dan aku, tak ada hal lain yang bisa kulakukan selain diam dan menikmati semua getaran perasaan itu. kadang senang, sebal, bosan dan juga marah. Yah, perasaan itu membuatku merasakan semua perasaan yang lainnya. Seperti itukah cinta?
Ia laki-laki yang super cuek dan selalu membuatku tidak paham dengan pola pikirnya. Benar-benar cuek, tapi entah mengapa aku juga selalu menikmatinya. Terkadang aku memang sebal dengan tingkah dan kelakuannya, tapi semua tetap saja terasa menyenangkan. Benarkah cinta bisa membuat kita menyukai sesuatu yang awalnya kita benci?
Benarkah cinta bisa merubah segalanya? Atau hanya aku saja yang sedang dan terlampau berlebihan?
Meskipun cuek, ia sungguh lelaki yang amat baik. Sangat baik dan sangat baik. Meskipun sering membuatku marah dan jengkel, ia tetap saja terlihat baik dan penuh pesona di mataku. Ups, tidak hanya dimataku, tapi juga dihati dan pikiranku. Yah, ia seperti magnet yang menarik semua perhatianku.
Aku mencintainya tapi perasaan cintaku yang terlalu berlebnihan adalah awal dari semua kesalahan itu.
Sudah kukatakan, ia laki-laki yang amat baik, sungguh baik dan benar-benar baik. Jika kalian tahu siapa dia, aku rasa kalian juga akan mengatakan hal yang sama. Dia baik dan tidak hanya aku yang mengatakan itu, hampir semua orang berkata seperti itu.
Pandangan orang yang begitu baik padanya membuatku merasa malu dengan diriku sendiri. Yah, aku sadar jika aku bukan orang baik. Atau paling tidak, tidak sebaik dia. Perasaan takutku muncul, aku mulai takut kehilangan dia karena ia tahu “ketidakbaikanku”. Aku mulai berpikir untuk melakukan segala cara agar ia tetap menjadi milikku. Kalian tahu, aku merasa jika dia seperti sebuah hadiah yang Tuhan berikan padaku. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan dirinya, aku ingin menjaga hadiah Tuhan itu agar tetap menjadi milikku dan tetap untukku selamanya.
Seperti yang sudah kubilang tadi, keinginanku yang terlampau besar dan kuat malah membuat langkahku salah.
Aku berbohong padanya dan itu terus berlanjut hingga waktu yang lama. Aku seperti orang yang sangat berbeda saat berhadapan dengannya. Aku terlihat baik dan hampir nyaris sempurna. Meskipun sebenarnya merasa tertekan, aku tetap saja menikmati kedekatanku dengannya. Aku memang tidak sepenuhnya menjadi orang lain saat dengannya, karena terkadang tanpa sengaja aku juga menunjukan siapa diriku sebenarnya.
Aku merasa nyaman dengan “ketidakjujuranku” dan terus menikmatinya. Tanpa aku sadari, dia sebenarnya sudah tahu cukup banyak tentangku. Dia tahu semua kebohonganku dan menungguku untuk segera jujur mengatakan yang sebenarnya. Sayang, keasyikanku bermain dengan semua kebohonganku itu membuatku terlambat untuk menyadari jika diamnya adalah bentuk pemberian kesempatan kedua untukku agar bisa memperbaiki segalanya. Aku terlambat, sangat terlambat dan benar-benar terlambat. Aku tetap saja tidak berterus terang padanya dan karena “ketidakjujuranku”, ia berpikir jika aku sedang memulai sebuah “permainan” dengannya.
Ia menyebut itu permainan, tapi sungguh aku tidak ingin mempermainkannya. Semua aku lakukan hanya karena aku ingin ia bertahan di sampingku dan tidak pergi kemanapun.
Semuanya terus berjalan dengan kebohonganku hingga sampailah kita berdua pada titik yang benar-benar membuat kita merasa lelah. Ia menuntut kejujuranku dan terus bertanya padaku apa alasannya hingga aku harus membohonginya sejak awal. Aku tidak langsung menjawab, aku butuh cukup banyak waktu untuk memiliki keberanian mengatakan semuanya itu dan akhirnya aku memilikinya. Aku mengatakan semuanya, benar-benar semuanya.
Tapi ternyata pengakuanku tidak membuat kisah ini benar-benar sudah berakhir.
Lalu ia berkata seperti ini padaku.
“Karena kebohonganmu, maka aku anggap semua yang terjadi diantara kita adalah sebuah permainan.”
Aku cukup terhenyak mendengar ucapannya. Pikiranku kembali mengingat semua yang sudah pernah kulakukan
dengannya. Yah, banyak hal dan waktu yang sudah kita lewati berdua. Tidak hanya itu, ia juga sudah pernah mengatakan jika ia mencintaiku.
“Lalu perasaan cinta itu apa hanya satu bentuk kebohonganmu juga?” Tanyaku sambil mempersiapkan diri untuk menerima jawaban terburuk yang akan pernah kudengar.
“Iya. Aku hanya mengikuti semua yang sudah kamu lakukan padaku. Aku hanya main-main dengan semua yang kuucapkan.”
Ucapannya yang terdengar ringan dan tanpa beban benar-benar membuat hatiku hancur.
Aku butuh waktu lama untuk bisa menerima kenyataan ini. Tapi akhirnya kupahami satu hal, aku sudah membohonginya dan ia juga sudah membohongiku. Jadi rasanya aku tidak perlu terlalu marah padanya. Apakah rasa sakit hatinya sama sepertiku ketika tahu semua kebohongan ini?
Aku terus menghibur diriku sendiri dengan berbagai hal. Yah, aku benar-benar butuh waktu untuk bisa ikhlas dan menerima semuanya sepenuh hatiku. Ketika aku merasa sulit, salah satu teman baikku datang menghampiriku dan berkata lembut padaku.
“Dia bukan laki-laki yang benar-benar baik. Jika ia laki-laki yang baik, ia akan menyadarkanmu dari kebohongan itu bukan dengan cara ikut berbohong. Ia laki-laki yang kekanak-kanakan. Lupakan sajalah…”
Aku tersenyum kecil menanggapi ucapannya, tapi kurasa ia tidak sepenuhnya salah.
Hingga kini aku masih bertanya-tanya apa sebenarnya perasaanku dulu. benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi untuk memiliki karena kekagumanku?
Dan hingga kini, aku belum menemukan jawabannya. Tapi aku masih berharap kelak aku bisa benar-benar tahu apa yang sebenarnya pernah kurasakan itu.
Apapun jawabannya nanti, semua itu sudah tidak penting lagi. Kali ini aku ingin menikmati hidupku dengan dia yang lain.
Satu hal yang kupelajari dari kisahku adalah, aku tidak perlu menjadi orang lain jika hanya untuk mempertahankan seseorang agar tetap ada di dekatku. Semua yang sudah kulewati bersamanya akan tetap jadi kenangan terindah yang tidak akan kulupakan. Bermacam rasa darinya sama sekali tidak akan lenyap dan hilang dari ingatan. Aku pernah sangat bahagia dan sangat kecewa dengannya. Tapi semua itu tetap saja memberikanku sejuta makna dalam perjalanan hidupku.
Terima kasih untuk semua yang sudah kau berikan dalam hidupku dan maaf karena aku belum bisa kembali berbaikan lagi denganmu. Aku senang saat diakhir cerita kau katakan kau menyayangiku meski hanya sebagai adik, tapi aku masih terlalu takut untuk kembali berhubungan baik denganmu. Kau pernah begitu sempurnanya terlihat seolah kau mencintaiku dan menyayangiku. Kali ini kau katakan lagi hal yang sama meski sedikit berbeda, tapi aku tidak bisa tahu apa itu benar-benar tulus atau hanya sebuah kebohongan lagi. Kau bilang hanya meneruskan permainanku yang akan berhenti jika aku mengakhirinya dengan sebuah kejujuran. Kau melanjutkan sesuatu yang kau sebut permainan dengan nyaris sempurna. Jika kau sanggup melakukan itu, aku rasa kau juga bisa saja menciptakan permainan baru setelah yang ini berakhir. Itu bukan hal yang sulit bagimu kan?
Sayangnya saat ini aku sudah lelah dengan semua permainan dan aku terlalu takut jika harus sakit hati untuk yang kedua kalinya karena kau memulai permainan baru.
(Catatan hati untuk seseorang (NurS)…terima kasih untuk semuanya. Satu hal yang lucu dari tulisan ini adalah ketika gw dengan terpaksa berhenti sesaat di halaman keempat karena harus membunuh tikus yang diam-diam masuk ke kamar gw. Dan saat selesai menulis ini, gw juga jadi pembunuh sadis!!! Hahahaaa)
Seperti kalian, aku juga memiliki cerita cinta dalam hidupku. Huh, apa ini terlalu membosankan? Mungkin iya. Berbicara tentang cinta kita tak pernah lepas dari rasa. Yah, karena cinta adalah perasaan itu sendiri. Berbicara tentang cinta, kita juga akan berbicara tentang senyuman, kebahagiaan, kesenangan dan sekaligus juga kesedihan, tangisan serta kekecewaan. Ini sama dengan kisahku, sebuah kisah dengan sejuta makna dan rasa.
Aku pernah jatuh cinta pada seseorang yang baru saja kukenal. Ia baik, menarik dan memang sangat unik dengan karakter cuek yang selalu menjadi khasnya. Aku tidak tahu apa yang membuatku jatuh cinta padanya, perasaan itu tumbuh begitu saja dan terus berkembang seperti sedang menguasai hampir seluruh bagian hatiku. Dan aku, tak ada hal lain yang bisa kulakukan selain diam dan menikmati semua getaran perasaan itu. kadang senang, sebal, bosan dan juga marah. Yah, perasaan itu membuatku merasakan semua perasaan yang lainnya. Seperti itukah cinta?
Ia laki-laki yang super cuek dan selalu membuatku tidak paham dengan pola pikirnya. Benar-benar cuek, tapi entah mengapa aku juga selalu menikmatinya. Terkadang aku memang sebal dengan tingkah dan kelakuannya, tapi semua tetap saja terasa menyenangkan. Benarkah cinta bisa membuat kita menyukai sesuatu yang awalnya kita benci?
Benarkah cinta bisa merubah segalanya? Atau hanya aku saja yang sedang dan terlampau berlebihan?
Meskipun cuek, ia sungguh lelaki yang amat baik. Sangat baik dan sangat baik. Meskipun sering membuatku marah dan jengkel, ia tetap saja terlihat baik dan penuh pesona di mataku. Ups, tidak hanya dimataku, tapi juga dihati dan pikiranku. Yah, ia seperti magnet yang menarik semua perhatianku.
Aku mencintainya tapi perasaan cintaku yang terlalu berlebnihan adalah awal dari semua kesalahan itu.
Sudah kukatakan, ia laki-laki yang amat baik, sungguh baik dan benar-benar baik. Jika kalian tahu siapa dia, aku rasa kalian juga akan mengatakan hal yang sama. Dia baik dan tidak hanya aku yang mengatakan itu, hampir semua orang berkata seperti itu.
Pandangan orang yang begitu baik padanya membuatku merasa malu dengan diriku sendiri. Yah, aku sadar jika aku bukan orang baik. Atau paling tidak, tidak sebaik dia. Perasaan takutku muncul, aku mulai takut kehilangan dia karena ia tahu “ketidakbaikanku”. Aku mulai berpikir untuk melakukan segala cara agar ia tetap menjadi milikku. Kalian tahu, aku merasa jika dia seperti sebuah hadiah yang Tuhan berikan padaku. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan dirinya, aku ingin menjaga hadiah Tuhan itu agar tetap menjadi milikku dan tetap untukku selamanya.
Seperti yang sudah kubilang tadi, keinginanku yang terlampau besar dan kuat malah membuat langkahku salah.
Aku berbohong padanya dan itu terus berlanjut hingga waktu yang lama. Aku seperti orang yang sangat berbeda saat berhadapan dengannya. Aku terlihat baik dan hampir nyaris sempurna. Meskipun sebenarnya merasa tertekan, aku tetap saja menikmati kedekatanku dengannya. Aku memang tidak sepenuhnya menjadi orang lain saat dengannya, karena terkadang tanpa sengaja aku juga menunjukan siapa diriku sebenarnya.
Aku merasa nyaman dengan “ketidakjujuranku” dan terus menikmatinya. Tanpa aku sadari, dia sebenarnya sudah tahu cukup banyak tentangku. Dia tahu semua kebohonganku dan menungguku untuk segera jujur mengatakan yang sebenarnya. Sayang, keasyikanku bermain dengan semua kebohonganku itu membuatku terlambat untuk menyadari jika diamnya adalah bentuk pemberian kesempatan kedua untukku agar bisa memperbaiki segalanya. Aku terlambat, sangat terlambat dan benar-benar terlambat. Aku tetap saja tidak berterus terang padanya dan karena “ketidakjujuranku”, ia berpikir jika aku sedang memulai sebuah “permainan” dengannya.
Ia menyebut itu permainan, tapi sungguh aku tidak ingin mempermainkannya. Semua aku lakukan hanya karena aku ingin ia bertahan di sampingku dan tidak pergi kemanapun.
Semuanya terus berjalan dengan kebohonganku hingga sampailah kita berdua pada titik yang benar-benar membuat kita merasa lelah. Ia menuntut kejujuranku dan terus bertanya padaku apa alasannya hingga aku harus membohonginya sejak awal. Aku tidak langsung menjawab, aku butuh cukup banyak waktu untuk memiliki keberanian mengatakan semuanya itu dan akhirnya aku memilikinya. Aku mengatakan semuanya, benar-benar semuanya.
Tapi ternyata pengakuanku tidak membuat kisah ini benar-benar sudah berakhir.
Lalu ia berkata seperti ini padaku.
“Karena kebohonganmu, maka aku anggap semua yang terjadi diantara kita adalah sebuah permainan.”
Aku cukup terhenyak mendengar ucapannya. Pikiranku kembali mengingat semua yang sudah pernah kulakukan
dengannya. Yah, banyak hal dan waktu yang sudah kita lewati berdua. Tidak hanya itu, ia juga sudah pernah mengatakan jika ia mencintaiku.
“Lalu perasaan cinta itu apa hanya satu bentuk kebohonganmu juga?” Tanyaku sambil mempersiapkan diri untuk menerima jawaban terburuk yang akan pernah kudengar.
“Iya. Aku hanya mengikuti semua yang sudah kamu lakukan padaku. Aku hanya main-main dengan semua yang kuucapkan.”
Ucapannya yang terdengar ringan dan tanpa beban benar-benar membuat hatiku hancur.
Aku butuh waktu lama untuk bisa menerima kenyataan ini. Tapi akhirnya kupahami satu hal, aku sudah membohonginya dan ia juga sudah membohongiku. Jadi rasanya aku tidak perlu terlalu marah padanya. Apakah rasa sakit hatinya sama sepertiku ketika tahu semua kebohongan ini?
Aku terus menghibur diriku sendiri dengan berbagai hal. Yah, aku benar-benar butuh waktu untuk bisa ikhlas dan menerima semuanya sepenuh hatiku. Ketika aku merasa sulit, salah satu teman baikku datang menghampiriku dan berkata lembut padaku.
“Dia bukan laki-laki yang benar-benar baik. Jika ia laki-laki yang baik, ia akan menyadarkanmu dari kebohongan itu bukan dengan cara ikut berbohong. Ia laki-laki yang kekanak-kanakan. Lupakan sajalah…”
Aku tersenyum kecil menanggapi ucapannya, tapi kurasa ia tidak sepenuhnya salah.
Hingga kini aku masih bertanya-tanya apa sebenarnya perasaanku dulu. benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi untuk memiliki karena kekagumanku?
Dan hingga kini, aku belum menemukan jawabannya. Tapi aku masih berharap kelak aku bisa benar-benar tahu apa yang sebenarnya pernah kurasakan itu.
Apapun jawabannya nanti, semua itu sudah tidak penting lagi. Kali ini aku ingin menikmati hidupku dengan dia yang lain.
Satu hal yang kupelajari dari kisahku adalah, aku tidak perlu menjadi orang lain jika hanya untuk mempertahankan seseorang agar tetap ada di dekatku. Semua yang sudah kulewati bersamanya akan tetap jadi kenangan terindah yang tidak akan kulupakan. Bermacam rasa darinya sama sekali tidak akan lenyap dan hilang dari ingatan. Aku pernah sangat bahagia dan sangat kecewa dengannya. Tapi semua itu tetap saja memberikanku sejuta makna dalam perjalanan hidupku.
Terima kasih untuk semua yang sudah kau berikan dalam hidupku dan maaf karena aku belum bisa kembali berbaikan lagi denganmu. Aku senang saat diakhir cerita kau katakan kau menyayangiku meski hanya sebagai adik, tapi aku masih terlalu takut untuk kembali berhubungan baik denganmu. Kau pernah begitu sempurnanya terlihat seolah kau mencintaiku dan menyayangiku. Kali ini kau katakan lagi hal yang sama meski sedikit berbeda, tapi aku tidak bisa tahu apa itu benar-benar tulus atau hanya sebuah kebohongan lagi. Kau bilang hanya meneruskan permainanku yang akan berhenti jika aku mengakhirinya dengan sebuah kejujuran. Kau melanjutkan sesuatu yang kau sebut permainan dengan nyaris sempurna. Jika kau sanggup melakukan itu, aku rasa kau juga bisa saja menciptakan permainan baru setelah yang ini berakhir. Itu bukan hal yang sulit bagimu kan?
Sayangnya saat ini aku sudah lelah dengan semua permainan dan aku terlalu takut jika harus sakit hati untuk yang kedua kalinya karena kau memulai permainan baru.
(Catatan hati untuk seseorang (NurS)…terima kasih untuk semuanya. Satu hal yang lucu dari tulisan ini adalah ketika gw dengan terpaksa berhenti sesaat di halaman keempat karena harus membunuh tikus yang diam-diam masuk ke kamar gw. Dan saat selesai menulis ini, gw juga jadi pembunuh sadis!!! Hahahaaa)
0 respons:
Post a Comment