Beberapa hari ini, kasus dua bunuh diri kembali mengejutkan ibukota. Apa yang membuat mengejutkan? Bukan, ini bukan sandiwara film dan menceritakan tentang artis atau aktor yang bunuh diri seperti apa yang kebanyakan terjadi di Korea dan di Hollywood, dunia perfilman Amerika. Yang menjadi heboh dari dua bunuh diri tersebut adalah cara. Yah, cara yang dilakukan si pelakonnya untuk mengakhiri hidup. Bukan dengan menenggak racun atau menggantung diri di kamar mandi yang kemudian mayatnya baru ditemukan beberapa hari oleh orang-orang lainnya, melainkan dengan lompat dari ketinggian di tempat umum yang pasti mengundang perhatian banyak orang. Mati dengan tubuh seperti dimutilasi, terpotong-potong dan menyeramkan. Sebuah tragedi, sebuah peristiwa mental yang mungkin juga akan menciptkan traumatik tersendiri bagi yang melihatnya. Ada apa sebenarnya? Apa yang membuat kasus bunuh diri sepertinya meningkat tajam satu tahun terakhir ini? Mungkin akan sedikit menarik membahas ini.
Emile Durkheim, saiia yakin banyak dari kita yang mengenal dia. Saiia tidak akan membahas tokoh sosiologi fundamentalis klasik yang juga akan selalu saiia rindukan saat saiia merindukan masa-masa kuliah. Karya fenomenal yang pasti akan sedikit saiia ingat adalah buku ketiganya yang berjudul "SUICIDE", buku yang membahas teori-teorinya tentang bunuh diri dari alasan hingga jenisnya. Sedikit banyak, sepertinya ini akan sangat berkaitan dengan apa yang saiia tulis disini.
Sebelum membahas bunuh diri lebih lanjut, ada baiknya kita sedikit menengok ke belakang dan merunut beberapa peristiwa bunuh diri yang menggemparkan selama hampir setahun ini.
Pertama, aktor gaek Robin Williams. Aktor yang juga dikenal sebagai komedian itu diduga bunuh diri dan sudah tidak lagi bernafas pada Senin, 11 Agustus 2014 pagi (waktu setempat), di kediamannya di kawasan California. Menurut hasil pemeriksaan dan autopsi penyebab kematian diperkirakan adalah asphyxia. Asphyxia (asfiksia) merupakan kondisi kurangnya oksigen dan meningkatnya jumlah karbon dioksida pada darah dan jaringan sehingga menyebabkan gangguan pernapasan dan menghalangi kinerja jantung. Jika tak segera ditangani, asphyxia memang bisa menyebabkan seseorang tak bisa bernapas dan mengalami kematian.
"Kematiannya disebabkan oleh usaha bunuh diri yang berkaitan dengan asphyxia," begitu keterangan dari Martin County, California, seperti dilansir oleh Men's Health (12/08).
Kedua, empat hari yang lalu seorang laki-laki etnis Tionghoa bernama Sulaiman Tanudjaja (45 tahun) nekat mengakhiri hidupnya dengan melompat dari lantai 56 Menara BCA Jalan Muhammad Husni Thamrin, Jakarta. Ia tewas seketika dengan kondisi kepala pecah dan anggota tubuh berceceran. Hingga kini, polisi masih mendalami apa motif pria tersebut melakukan bunuh diri. Sebuah media berita online sempat melansir berita jika pelaku bunuh diri ini sempat terlihat panik sebelum bunuh diri. Ia bahkan terlihat bertengkar melalui telepon saat sedang duduk di restoran, tempatnya melakukan aksi bunuh diri.
Ketiga, ini pasti masih sangat baru.
Seorang pria tanpa identitas tewas setelah melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 6 Mal Season City, Jalan Latumenten, Kali Anyar, Tambora, Jakarta Barat, Sabtu (11/10/2014) sekira pukul 18.30. Sama seperti kasus sebelumnya, polisi juga masih mendalami motif dibalik kasus bunuh diri ini.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bunuh diri merupakan masalah besar bagi kesehatan masyarakat. Data WHO, kasus bunuh diri meningkat jumlahnya di negara berpenghasilan rendah dan sedang.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data kepolisian ada 457 kasus bunuh diri hingga September tahun 2014 ini. Sementara itu, tahun sebelumnya pada 2012 ada 981 kasus dan pada 2013 ada 921 kasus.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, kasus bunuh diri tahun ini paling banyak terjadi di wilayah Polda Jawa Tengah yaitu 160 kasus. Urutan berikut yaitu Polda Jawa Timur dengan 84 kasus, Polda Metro Jaya sebanyak 55 kasus, Polda Bali sebanyak 39 kasus, dan Polda Jawa Barat sebanyak 27 kasus.
"Kasusnya ada karena konflik dengan keluarga, ditolak dalam pergaulan, berpisah dengan orang yang dicintai, masalah ekonomi, tidak lulus ujian nasional, hingga motif terorisme seperti bom bunuh diri," kata Boy dalam diskusi terkait Hari Pencegahan Bunuh Diri, di Hotel Ibis, Jakarta, Senin (15/9/2014).
Direktur Bina Kesehatan Jiwa kementerian Kesehaytan RI, Eka Viora mengatakan, bunuh diri merupakan masalah kompleks karena tidak disebabkan oleh alasan tunggal. Bunuh diri dapat disebabkan karena interaksi kompleks antara faktor biologis, genetik, psikologis, sosial, budaya, dan lingkungan.
"Sulit menjelaskan mengenai penyebab mengapa orang memutuskan untuk bunuh diri, sedangkan yang lain dalam kondisi sama bahkan lebih buruk, tetapi tidak melakukannya (bunuh diri)," terang Eka.
Namun, menurut Eka, tindakan percobaan bunuh diri dapat dicegah dengan memberikan perhatian. Perhatian juga kasih sayang dapat diberikan ketika melihat perubahan suasana hati seseorang, keresahan atau kebingungan, cepat marah, melukai diri sendiri, dan menarik diri dari lingkungan. Itu merupakan beberapa ciri-ciri seseorang berpotensi melakukan tindakan bunuh diri.
Pada dasarnya, beberapa bunuh diri terjadi karena masalah depresi. Depresi merupakan penyakit yang sulit terdeteksi, karena orang yang mengalami depresi bisa terlihat baik-baik saja di luar dan berinteraksi seperti layaknya orang normal. sama halnya dengan Robin WIlliams yang selama ini dikenal sebagai aktor komedian yang bisa menghibur banyak orang. Sebuah penelitian juga mengungkap perilaku bunuh diri meningkat 10 persen pada hari Senin, seperti juga dialami oleh aktor yang menutup usia pada angka 63 tahun ini.
Lalu, bagaimana teori Durkheim tentang hal ini?
Sebelum langsung membahas teori bunuh dirinya, mungkin ada baiknya kita mengingat teori solidaritas sosialnya. Bagaimanapun, ada keterkaitan antara dua hal ini. Menurut Durkheim, solidaritas sosial adalah kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman amosional bersama. Durkheim lalu membagi dua jenis kesetiakawanan itu menjadi dua. Kesetiakawanan yang timbul karena kesadaran kolektif dan belum mengenal pembagian kerja serta kesetiakawanan yang timbul kareana adanya saling ketergantungan antara individu atau kelompok karena adanya pembagian kerja.
Sayangnya, masalah yang timbul untuk masyarakat modern menjadi semakin kompleks yaitu munculnya individualistik atau egosentris karena semakin banyaknya cara dan peran untuk hidup. Selain itu, pembagian kerja yang terus berubah dengan cepat juga menjadikan masyarakat bingung hingga semakin banyak menimbulkan pelanggaran pada norma dan aturan yang ada. Kekacauan yang kemudian disebut Durkheim sebagai anomie. Nah, anomie inilah yang akan menimbulkan banyaknya penyimpangan.
Beranjak dari teori sosial, kita beralih membahas fakta sosial. Sebuah hal yang menurut Durkheim timbul sebagai konsekuensi logis karena adanya solidaritas sosial. Fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir dan berperasaan yang berada diluar individu dan memiliki kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Jadi, tiga karakteristik dari fakta sosial yang dijelaskan Durkheim disini adalah fakta sosial itu bersifat eksternal diluar individu, bersifat memaksa dan tersebar luas di kalangan masyarakat.
Kedua teori Durkheim itu mengantarkan Durkheim untuk melakukan studi kasus tentang bunuh diri untuk menunjukan kekuatan disiplin sosiologi. Menurut Durkheim, peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sebagai sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap struktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan bermasyarakat.
Beberapa hal yang menurut Durkheim menjadi penyebab kasus bunuh diri adalah tekanan agama, masalah keluarga dan kehidupan politik.
Dalam penelitiannya, Durkheim mengungkapkan perbedaaan angka bunuh diri dalam penganut ajaran Katolik dan Protestan. Penganut agama Protestan cenderung lebih besar angka bunuh dirinya dibandingkan dengan penganut agama Katolik. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan kebebasan yang diberiakn oleh kedua agama tersebut kepada penganutnya. Penganut agama Protestan memperoleh kebebasan yang jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran-ajaran kitab suci, sedangkan pada agama Katolik tafsir agama ditentukan oleh pemuka Gereja. Akibatnya kepercayaan bersama dari penganut Protestan berkurang sehingga menimbulkan keadaan dimana penganut agama Protestan tidak lagi menganut ajaran/tafsir yang sama. Integrasi yang rendah inilah yang menjadi penyebab laju bunuh diri dari penganut ajaran ini lebih besar daripada penganut ajaran agama Katolik.
Durkheim membagi tipe bunuh diri menjadi empat macam, bunuh diri egoistis, altruistis, anomic, dan fatalistis.
Mari membahas satu persatu :)
Bunuh diri egoistis adalah bunuh diri yang disebabkan karena seseorang individu memiliki kepentingan yang dianggapnya jauh lebih penting daripada kepentingan kesatuan sosialnya. Jadi, apabila individu tersebut tidak bisa memenuhi peranan yang diharapkan dalam hidupnya, ia akan frustasi dan stres yang mendorongnya melakukan bunuh diri. So what? Everybody looking this problem ia a simple way. Bunuh diri karena frustasi, anggap saja begitu.
Bunuh diri altruistis adalah bunuh diri yang disebabkan karena seorang individu merasa menjadi beban bagi individu lainnya. For example, someone with the disease.Yah, seseorang yang memiliki penyakit parah diduga berpeluang lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri. Apalagi jika individu tersebut memiliki kesulitan ekonomi.
Bunuh diri anomic, adalah bunuh diri yang disebabkan oleh ketidakjelasan norma dan regulasi yang ada dalam kelompok sosial mereka. Ketidakjelasan norma itu menimbulkan ketidakpuasan karena lemahnya kontrol sosial yang ada pada diri mereka. Menurut Durkheim, suatu keadaan anomik dapat dilihat dari indikator ekonomi maupun domestik. Analisa statistik Durkheim memperlihatkan bahwa krisis ekonomi membuat orang kehilangan arah. Dalam keadaan seperti ini, ungkap Durkheim mereka harus beradaptasi dengan kondisi yang menimpa mereka, kondisi yang sangat menyiksa; mereka membayangkan penderitaan karena serba berkekurangan bahkan sebelum mereka mencoba kehidupan ini. Pertumbuhan kemakmuran yang mendadak dalam masyarakat juga memiliki dampak serupa terhadap peningkatan angka bunuh diri dalam masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang mendadak membuat tatanan moral runtuh, sementara tatanan moral yang baru belum berkembang untuk menggantikan tatanan moral sebelumnya. Misalnya seseorang karena diberhentikan dari pekerjaannya kemudian memutuskan untuk bunuh diri.
Bunuh diri fatalistis adalah bunuh diri yang disebabkan karena rasa putus asa dan perasaan tidak sanggup lagi menjalani hidup.
Anyway, lalu bunuh diri manakah yang menjadi tren bunuh diri masa kini jika menilik teori Durkheim?
Perkambangan dunia modern diakui atau tidak juga menciptakan masalah disamping menciptakan kemudahan yang dirasakan sekelompok orang. Pada abad ini, masalah yang paling banyak menjadi motif bunuh diri adalah depresi yang disebabkan banyak hal. Baik dari masalah ekonomi, putus asa menghadapi kesulitan hidup, kehilangan pekerjaan, terlilit hutang dan menderita penyakit berkepanjangan.
Jadi?
Semua teori Durkheim terjadi di dunia ketiga ini. Seperti sudah disebutkan diatas, masalah yang timbul pada dunia modern memang semakin kompleks saja sehingga banyak sekali alasan orang melakukan bunuh diri. Entah itu bunuh diri egoistic, altruistis, anomic ataupun fatalistis. Mayarakat awam melihatnya dengan pandangan lebih mudah, bunuh diri karena depresi. Tidak salah, bagaimanapun teori Durkheim menjelaskan tentang jenis-jenis bunuh diri karena alasannya, semuanya bermuara pada satu kata. "DEPRESI".
Lalu, bagaimana cara menghindari bunuh diri?
Menurut saiia, nutrisi yang paling penting untuk mencegah bunuh diri adalah iman. Terdengar klise, tapi kepercayaan kepada Tuhan adalah landasan paling dasar yang bisa dimiliki siapapun itu. Ketika seseorang mengingat Tuhannya ia akan segera tau bahwa bunuh diri adalah dosa terbesar. Yah, semua agama mengajarkan demikian, bukan?
Lalu, berusahalah menjadi manusia yang bersikap terbuka. Jangan terlalu senang menyimpan dan menikmati masalah seorang diri. Ada seseorang mengatakan, terkadang berbicara kepada orang lain hanya akan menambah masalah, bukan menyelesaikan. Yah, itu akan terjadi jika kita melakukannya kepada orang yang tidak kita tau benar siapa dia. Berusahalah terbuka dengan orang-orang terdekat. Mereka mungkin tidak bisa membantumu menyelesaikan masalah, tapi bercerita bisa meringankan sedikit beban yang ada dalam diri kita.
Jangan selalu menginginkan "Dunia memperhatikanmu", tapi berikanlah sedikit saja perhatianmu kepada orang-orang di sekelilingmu dan mereka akan memberikan apa yang kamu butuhkan. Banyak orang melakukan bunuh diri karena merasa kurang mendapat perhatian, mungkin ini juga alasan sebagian orang memilih bunuh diri di tempat umum. Setidaknya, masih bagus diperhatikan saat mati daripada sama sekali tidak pernah diperhatikan. Mungkin itu yang ada di benak pelaku-pelaku bunuh diri.
Seorang psikolog mengatakan, cara mencegah orang terdekat kita bunuh diri adalah dengan cara memberikan mereka perhatian dan rasa nyaman. Kita memang mahluk sosial, tapi benarkah kita harus terlalu menggantungkan diri terhadap orang lain? Orang lain tidak akan memberikan apapun secara cuma-cuma kepada kita, bahkan walaupun itu hanya sekedar perasaan. Oke, mungkin saiia terlalu subjektif dalam hal ini, tapi bukankah rasa nyaman itu diciptakan oleh kita sendiri? dan bukan menunggu dari orang lain? Perhatian, everybody wants that... tapi kita juga harus memberikan itu kepada orang lain jika kita mendambakan itu dari orang lain :)
Ada begitu banyak orang di dunia ini, begitu banyak manusia dan begitu banyak masalah. Jangan pernah merasa menjadi orang paling malang sedunia. Masih ada jutaan orang yang memiliki masalah lebih kompleks, dan faktanya mereka bertahan.
Bersenang-senanglah, Tuhan hanya memberikan kita satu kali kesempatan untuk hidup. Kenapa kita begitu bodoh dan memilih cara menjijikan untuk mengakhirinya? Orang hanya akan mengenang kita sebagai mahluk putus asa yang menyedihkan, tidak lebih :)
(Dikutip dari beberapa sumber)
0 respons:
Post a Comment